Showing posts with label Other. Show all posts
Showing posts with label Other. Show all posts

Indonesia - Foods

Living in a country that has endless variety of food and drinks, Indonesians do eat out, but the majority does not go to restaurants. The local food scene relies heavily on street food. Indonesians savour the delicious meals offered by ubiquitous street vendors day and night for breakfast, lunch and dinner.
Street food is a quick meal sold by a vendor with a push cart, basket, at a stall, or possibly at a store where customers can see the preparation of food clearly. It provides a close connection between the customer and the street food, unlike having a plate of food in a restaurant.
The types of food offered vary from a simple fried tofu to a much more complicated dish like gudeg (raw jackfruit cooked in a Javanese traditional way that originated from Yogyakarta). In big cities like Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang and Medan, the street vendors offer many a traditional food from various regions in the archipelago. But in smaller cities, they are usually of the local cuisine.
--------------------------------------------------------------------------------------
Dare to try street food? Pick one that seems nice in Jakarta
at Jakarta Food Map - PETA JAJAN JAKARTA
--------------------------------------------------------------------------------------
The most commonly found street food is bakso or meatballs that are usually served in a bowl, like soup, with noodles, bean curds (tofu), eggs, and/or fried meat.Another popular soup-like street food is soto. It is mainly comprised of broth and vegetables. The meats most commonly used are beef and chicken, but there are also sotos with mutton and pork. It is usually accompanied by rice or compressed rice. Sotos are differentiated by the ingredients in them, such as soto ayam (chicken) and soto kambing (mutton).
There are many sotos in Indonesia, as different regions and ethnicities have their own ways of preparing the cuisine, such as soto Madura (from East Java), soto Betawi (from Jakarta), soto Padang (from West Sumatra), so to Bandung (from West Java), soto Banjar (from South Kalimantan), and coto Makassar (from South Sulawesi).
-----------------------------------------------------------------------------------------
Need reference in Jakarta? Places to go? Culinary experiences?
at Jakarta Reference - Food and Travel Guide in Jakarta
visit
http://jakarta-reference.blogspot.com
-----------------------------------------------------------------------------------------
The other popular delicacy often sold by street vendors is satay. It is a dish consisting of chunks or slices of dice-sized meat (chicken, goat, lamb, beef, pork, or fish) on bamboo skewers, which are grilled over a wood or charcoal fire, then served with various spicy seasonings, mostly made of ground nuts. Satay may have originated in Java or Sumatra, but is very popular outside Indonesia too. Similar to soto bakso and soto, there are many types of satay from sate Madura to Padang, sate Iilit, sate susu, kulit, sate Ponorogo and many more.
Nasi goreng (steamed rice stir-fried with eggs, meatballs, chicken/beef/shrimp, assorted vegetables and often with sweet soy sauce seasoning) is also very popular along with nasi rawon (rice served with dark beef soup) originally from East Java. The dark colour comes from the meaty seeds of kluwak nuts. Usually served with uncooked mung bean sprouts and salty duck eggs, pecel (a mixture of vegetables and traditional crackers with spicy peanut paste). Madiun and Blitar in East Java are popular for their pecel and gado-gado (a mixture of vegetables, crackers and rice with peanut flavoured sauce). The taste is sweet in Eastern Java and salty in Western Java.
-------------------------------------------------------------------------------------
Stay and Work in Indonesia? Legal tips or Tax tips?
Need professional and affordable consultant to handle your tax?
at Jakarta Freelance Community
-------------------------------------------------------------------------------------

Asal Usul Nama Indonesia

Dirgahayu Indonesiaku!

Penulis : Direktur Pendidikan "Ganesha Operation"

PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai *Nan-hai* (Kepulauan Laut Selatan).
Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini *Dwipantara* (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta *dwipa* (pulau) dan *antara* (luar, seberang).
Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke *Suwarnadwipa* (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita *Jaza'ir al-Jawi* (Kepulauan Jawa).
Nama Latin untuk kemenyan adalah *benzoe*, berasal dari bahasa Arab *luban jawi*(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon *Styrax sumatrana* yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra.

Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)" kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia".

Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air kita memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (*Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien*) atau "Hindia Timur" *(Oost Indie, East Indies, Indes Orientales)* .

Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (*Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais*).Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah *Nederlandsch- Indie* (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah *To-Indo* (Hindia Timur).

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu *Insulinde*, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin*insula* berarti pulau). Tetapi rupanya nama *Insulinde* ini kurang populer.

Bagi orang Bandung, *Insulinde* mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India".

Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit.

Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari *Jawadwipa*( Pulau Jawa).

Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada, *"Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" *(Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern.
Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia.

Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul. Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, *Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia* (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA. Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel *On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations*.
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (*a distinctive name*), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain.
Earl mengajukan dua pilihan nama: *Indunesia*atau*Malayunesia* (*nesos* dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: *... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians. *Earl sendiri menyatakan memilih nama *Malayunesia* (Kepulauan Melayu) daripada *Indunesia* (Kepulauan Hindia), sebab *Malayunesia* sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan *Indunesia* bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa).

Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah *Malayunesia* dan tidak memakai istilah *Indunesia*. Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel *The Ethnology of the Indian Archipelago. * Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan.
Logan memungut nama *Indunesia* yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan: *Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian.
I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.

* Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!
Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku *Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel*sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880.

Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam *Encyclopedie van Nederlandsch- Indie*tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama *IndonesischePers-bureau. *Makna politisPada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan!

Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa *HandelsHoogeschool* (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama *IndischeVereeniging* ) berubah nama menjadi *Indonesische Vereeniging* atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (*de toekomstige vrije Indonesische staat*) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli.

Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (*een politiek doel*), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (*Indonesier* ) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya. " Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan *Indonesische Studie Club*pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 *Jong Islamieten Bond* membentuk kepanduan *Nationaal Indonesische Padvinderij* (Natipij) .

Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota *Volksraad* (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch- Indie". Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.
Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.

Dirgahayu Indonesiaku! ***

All Viewers!

This sites will provide anything you like, we have many articles.

Anything else? Mau lainnya? check di Iklan kami...Mau cari Lagu?, Lirik Lagu?, cari kerja ? dan lain lain? ada referensi lainnya di Iklan-iklan Kami...

Masih belum dapat yang kamu cari? send email to us, we will do our best to find and refer it to you..

Check it out!

Semua orang yang berusaha meningkatkan diri dan ilmu pengetahuannya pasti tahu bahwa hidup kan lebih mudah dijalani bila kita selalu berpikir positif. Tapi, bagaimana melatih diri supaya pikiran positiflah yang 'beredar' di kepala kita, tak banyak yang tahu. Oleh karena itu, sebaiknya kita kenali saja dulu ciri-ciri orang yang berpikir positif dan mulai mencoba meniru jalan pikirannya.

1. Melihat masalah sebagai tantangan

Bandingkan dengan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat dan bikin hidupnya jadi paling sengsara sedunia.

2. Menikmati hidupnya

Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati, meski tak berarti ia tak berusaha untuk mencapai hidup yang lebih baik.

3. Pikiran terbuka untuk menerima saran dan ide

Karena dengan begitu, boleh jadi ada hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu lebih baik.

4. Mengenyahkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas dibenak

Memelihara' pikiran negatif lama-lama bisa diibaratkan membangunkan singa tidur. Sebetulnya tidak apa-apa, ternyata malah bisa menimbulkan masalah.

5. Mensyukuri apa yang dimilikinya

Dan bukannya berkeluh-kesah tentang apa-apa yang tidak dipunyainya.

6. Tidak mendengarkan gosip yang tak menentu

Sudah pasti, gosip berkawan baik dengan pikiran negatif. Karena itu, mendengarkan omongan yang tak ada juntrungnya adalah perilaku yang dijauhi si pemikir positif.

7. Tidak bikin alasan, tapi langsung bikin tindakan

Pernah dengar pelesetan NATO (No Action, Talk Only), kan? Nah, mereka ini jelas bukan penganutnya. NARO (No Action Review Only), NADO (No Action Dream Only), NATO (No Action Talk Only), NACO (No Action Concept Only), NABO (No Action Briefing Only), NAMO (No Action Meeting Olny), NASO (No Acton Strategy Only)

8. Menggunakan bahasa positif

Maksudnya, kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme, seperti "Masalah itu pasti akan terselesaikan," dan "Dia memang berbakat."

9. Menggunakan bahasa tubuh yang positif

Di antaranya adalah senyum, berjalan dengan langkah tegap, dan gerakan tangan yang ekspresif, atau anggukan. Mereka juga berbicara dengan intonasi yang bersahabat, antusias, dan 'hidup'.

10. Peduli pada citra diri

Itu sebabnya, mereka berusaha tampil baik. Bukan hanya di luar, tapi juga di dalam.

Template by - Abdul Munir - 2008